-->

Mendaki Penanggungan Part 1

Yah, pagi ini aku bersama temanku sebut saja namanya yudi. Karena selalu merasa tua banyak yang memanggilnya om yudi. Yah kami berencana mendaki gunung penanggungan. Penanggungan adalah sebuah gunung di wilayah mojokerto, gunung yang tak seberapa tinggi tapi sungguh menantang karena medannya yang terus menanjak seolah tak memberi kesempatan kita untuk berjalan dengan santai.  Ini kali ketiga kami mendaki penanggungan, tapi kali ini akan memberi cerita berbeda buat kami karna kami mencoba melewati jalur yang baru buat kami yakni jalur jolotondo, yah biasanya kami mendaki dari pos tamiajeng.
Sekitar jam 09.00 kami berangkat dari kost menuju ke trawas, perjalanan agak tersendat karena padatnya jalanan. Sekitar pukul 11.00 kami sampai di trawas, mampir di indomaret untuk melengkapi perbekalan.  Setelah dirasa cukup, kami mampir ke warung untuk makan karena dari pagi memang belum belum sarapan. Setelah menyelesaikan makan dan menghisap sebatang rokok kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Ditemani si mada (nama motorku) kami menuju ke pos jolotundo.
Penanggungan

Akhirnya kami sampai ke pos jolotundo, setelah memarkir si mada kami memutuskan masuk dulu ke pemandian jolotundo yang konon sudah ada dari jaman majapahit dulu. Yang mungkin disinilah dulu sri baginda gitarya tunggadewi dan para sekar kedaton majapahit pernah mandi bunga. Nama pemandian ini seperti nama sebuah telaga sunda galuh (berdasarkan novel yang pernah kubaca), mungkin tempat ini memang dibangun karna rasa bersalah dan duka mendalam prabu hayam wuruk atas kematian calon istrinya sang sekar kedaton sunda galuh, dyah pitaloka citraresmi dalam perang monumental di kotaraja majapahit.Tidak berlama-lama kami menikmati kesegaran air jolotundo, Mentari yang sudah meninggi membuat kami harus segera memulai pendakian, karena dari informasi teman2 tidak ada tempat ngecamp seperti puncak bayangan di jalur tamiajeng. Jadi tujuan kami langsung puncak dan berharap tidak kemalaman di perjalanan karena medan akan semakin sulit karena gelap dan kabut akan mengganggu pandangan.


Mentari yang terik membuat jalan kami agak melambat karena harus menahan lelah dan panas. Baru 1 jam berjalan kami sudah berhenti 3kali untuk beristirahat, di perhentian yang ketiga ini kami putuskan untuk istirahat agak lama untuk menghisap rokok dan menikmati pemandangan. Terlihat disebelah kiri sebuah bukit kecil yang baru terlihat sebagian tapi terlihat menawan. Setelah kami rasa cukup, perjalanan dilanjutkan kembali, selang beberapa lama di perjalanan kami menemukan reruntuhan bangunan yang mungkin merupakan sisa sisa situs majapahit. Dekat dari tempat itu kami menemukan batuan cadas besar yang membentuk sebuah aliran air alami. 
Belum hilang rasa takjub kami karena hal2 yang barusan kami lihat, sekitar setengah jam perjalanan kami dikejutkan oleh bangunan utuh sebuah candi. Kekaguman kami akan peninggalan mengagumkan para nenek moyang membuat kami memutuskan untuk singgah sembari memasak air untuk membuat kopi. Yah, kami putuskan untuk menikmati kemegahan masa lalu bangsa ini dengan secangkir kopi. (bersambung)

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter