Yah, pagi ini aku bersama temanku sebut saja namanya
yudi. Karena selalu merasa tua banyak yang memanggilnya om yudi. Yah kami berencana
mendaki gunung penanggungan. Penanggungan adalah sebuah gunung di wilayah
mojokerto, gunung yang tak seberapa tinggi tapi sungguh menantang karena
medannya yang terus menanjak seolah tak memberi kesempatan kita untuk berjalan
dengan santai. Ini kali ketiga kami
mendaki penanggungan, tapi kali ini akan memberi cerita berbeda buat kami karna
kami mencoba melewati jalur yang baru buat kami yakni jalur jolotondo, yah
biasanya kami mendaki dari pos tamiajeng.
Sekitar jam 09.00 kami berangkat dari kost menuju ke
trawas, perjalanan agak tersendat karena padatnya jalanan. Sekitar pukul 11.00
kami sampai di trawas, mampir di indomaret untuk melengkapi perbekalan. Setelah dirasa cukup, kami mampir ke warung
untuk makan karena dari pagi memang belum belum sarapan. Setelah menyelesaikan
makan dan menghisap sebatang rokok kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Ditemani
si mada (nama motorku) kami menuju ke pos jolotundo.
Akhirnya kami sampai ke pos jolotundo, setelah
memarkir si mada kami memutuskan masuk dulu ke pemandian jolotundo yang konon
sudah ada dari jaman majapahit dulu. Yang mungkin disinilah dulu sri baginda gitarya
tunggadewi dan para sekar kedaton majapahit pernah mandi bunga. Nama pemandian
ini seperti nama sebuah telaga sunda galuh (berdasarkan novel yang pernah
kubaca), mungkin tempat ini memang dibangun karna rasa bersalah dan duka
mendalam prabu hayam wuruk atas kematian calon istrinya sang sekar kedaton
sunda galuh, dyah pitaloka citraresmi dalam perang monumental di kotaraja
majapahit.Tidak berlama-lama kami menikmati kesegaran air jolotundo, Mentari
yang sudah meninggi membuat kami harus segera memulai pendakian, karena dari
informasi teman2 tidak ada tempat ngecamp seperti puncak bayangan di jalur
tamiajeng. Jadi tujuan kami langsung puncak dan berharap tidak kemalaman di
perjalanan karena medan akan semakin sulit karena gelap dan kabut akan
mengganggu pandangan.
Mentari yang terik membuat jalan kami agak melambat
karena harus menahan lelah dan panas. Baru 1 jam berjalan kami sudah berhenti
3kali untuk beristirahat, di perhentian yang ketiga ini kami putuskan untuk
istirahat agak lama untuk menghisap rokok dan menikmati pemandangan. Terlihat disebelah
kiri sebuah bukit kecil yang baru terlihat sebagian tapi terlihat menawan. Setelah
kami rasa cukup, perjalanan dilanjutkan kembali, selang beberapa lama di
perjalanan kami menemukan reruntuhan bangunan yang mungkin merupakan sisa sisa
situs majapahit. Dekat dari tempat itu kami menemukan batuan cadas besar yang
membentuk sebuah aliran air alami.
Belum hilang rasa takjub kami karena hal2
yang barusan kami lihat, sekitar setengah jam perjalanan kami dikejutkan oleh
bangunan utuh sebuah candi. Kekaguman kami akan peninggalan mengagumkan para
nenek moyang membuat kami memutuskan untuk singgah sembari memasak air untuk
membuat kopi. Yah, kami putuskan untuk menikmati kemegahan masa lalu bangsa ini
dengan secangkir kopi. (bersambung)
Post a Comment