Mendaki Penanggungan Part 2
Secangkir kopi dan sebatang djarum super kami rasa
cukup, perjalanan harus segera dilanjutkan agar tidak kemalaman, mendung hitam
yang tiba2 datang dan sekejap kemudian tersapu angin agak membuat kami
khawatir. Setelah situs pertama tadi ternyata masih ada sekitar 3 candi lagi
diatas, dan yang membuatku tertarik adalah sebuah batu yang berbentuk meja
serta disampingnya sebuah gentong yang juga terbuat dari batu, di samping batu
itu ada papan yang bertuliskan “candi gentong”. Aku mulai berangan mungkin
disini dulu adalah semacam villa para petinggi kerajaan karena letaknya yang di
punggung gunung, dan candi gentong ini mungkin tempat mandi atau dapurnya. Yah sekalian
bayangkan para sekar kedaton majapahit yang konon katanya berparas rupawan
sedang bersantai di tempat ini. Hihihihhi]
Setelah sekumpulan situs sejarah kami lewati,
sekarang saat medan terberat penanggungan harus kami lalui, ya tanjakan sampai
ke puncak yang seakan tiada habisnya, matahari yang mulai merendah dan
meninggalkan kesombongannya membuat perjalanan lebih nyaman, pemandangan
sekitar juga membuat kembali takjub. Ditempat kami sekarang bukit di samping
telah terlihat sempuna, bentuknya yang menyerupai sebuah mangkok tengkurap yang
berlumut hijau sungguh indah. Kami terus mendaki dan seperti dugaan kabut mulai
turun. Kami putuskan berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan yang terbuka
dan tertutup oleh kabut. Kabut itu seakan menjadi sebuah pintu surga yang saat
terbuka memberi keindahan luar biasa yang membuat kami tak henti2 nya mengucap
syukur. Ditambah lagi rona mega dari sang surya yang mulai menyembunyikan
separuh dari raganya membuat semua menjadi semakin sempurna. Saat kabut semakin
tebal kami melanjutkan mendaki lagi dan berkejaran dengan waktu, gelap mulai
menguasai dan kami harus bersiap2 mengambil senter untuk penerangan, kabut yang
semakin tebal dan angin kencang dari puncak membuat kami harus berhati2.
Akhirnya sekitar pukul 7 malam kami sampai di puncak
penanggungan. Angin yang begitu kencang membuat kami kesulitan mendirikan
tenda. Om yud mengusulkan untuk menunggu angin mereda, jarak pandang yg tidak
sampai 1 meter juga membuat kami enggan untuk berpindah tempat, ini juga
pengalaman pertama kami berkemah di puncak, biasanya kami berkemah di puncak
bayangan. ya akhirnya kami hanya duduk2 merasai kencang angin yang bagai tak
ada yang bisa melawannya. Sambil menikmati sebatang rokok yang seperti lebih
cepat habis karena kami harus berbagi dengan angin. Dan sekejap kemudian
lengkap sudah semuanya, hujan turun dengan begitu derasnya, kami langsung
memakai mantel dan sekitar 1 jam lamanya kami hanya bisa menggigil merasai
dingin puncak dalam derasnya air langit yang terus menerjang, Sendi-sendi yang
kecapekan seperti membeku dan menahan ngilu.
Setelah hujan mereda angin masih tetap kencang. Karena
rasa lelah yang tak bisa lagi kami lawan, kami putuskan untuk menggelar matras
dan langsung tidur dengan terus diterjang angin dalam kondisi sebagian baju
telah basah kuyup. Kami tertidur dengan tubuh yang masih terus menggigil. Sekitar
pukul 11 malam aku terbangun dan langsung takjub melihat apa yang ada di
depanku, saat kabut2 itu tersingkap angin jutaan lampu yang kemungkinan dari
daerah sidoarjo atau membentuk gugusan-gugusan yang begitu indah, seperti
bintang2 dilangit disaat gerhana, bedanya ini terlihat lebih dekat dan berada
di bawah tempatku berada. Dan sekejap kemudian pintu surga kembali tertutup, yah
kabut kembali datang dan menutup keindahan itu dan aku pun kembali terlelap
dalam gigilan tulang2ku dengan beralaskan rumput2 puncak penanggungan dan
beratapkan langit menakjubkan ciptaan Tuhan.
Pagi harinya saat terbangun aku melihat puncak sudah
semakin ramai, karena banyak kawan2 pendaki dari puncak bayangan naik pada dini
hari tadi. Aku masih sempat melihat sunrice dank abut dingin sisa semalam yang
terbawa angin, sungguh menawan. Dengan sisa-sisa kekuatan kulawan kebekuan
tubuhku untuk berdiri dan berjalan terpincang2 menikmati sekitar. Pagi itu kami
putuskan untuk lebih lama di puncak tak peduli panas matahari begitu menyengat.
Kami ingin menikmati puncak lebih lama setelah semalaman tak berdaya. Kami jemur
semua peralatan termasuk tenda sewaan yang semalam tidak jadi berdiri, kami
memasak, makan, berfoto dengan berbagai pose, bercengkrama berdua, berkejaran
dgn kabut, dan berkawan dengan rumput dan bunga-bunga kuning……
Komentar