-->

Penyesalan


Suara jeritan seorang perempuan terdengar keras ditelingaku, semakin lama…suara itu terasa menghilang dari pendengaranku. Sekarang tergantikan dengan rasa sakit, panas dan perih di bagian tubuhku.
Rasa sakitnya tidak seperti ketika aku mengalami kecelakaan motor yang harus dijahit di telapak kaki dan juga kehilangan dua kuku lentik yang ada di jari tangan kananku. Rasa panasnya melebihi panasnya mataku ketika mendengar kedua orang tuaku beradu mulut tanpa ada yang mau mengalah. Rasa perihnya tidak bisa dibandingkan saat aku diacuhkan, bahkan ditinggalkan oleh orang yang sangat aku anggap istimewa. Begitu sakit…melebihi semua rasa yang pernah aku alami
Gelap…..sunyi….
Aku merasa sangat ringan, dan perlahan menjauh dari tubuh yang selama 19 tahun aku tempati.
Kedua sayap itu mendampingiku di sebelah kanan dan kiri, menuntun…….
***
Aku pikir, hanya ketika lampu langit padam dan ditemani bintang bisa mendengar ibu dan ayah bertengkar. Tapi…ternyata saat ayam berkokok dan lampu langit cerah di sinari matahari, mereka juga bertengkar.
Waktu malam hari aku bisa menangis sampai mata memerah melebihi orang sakit mata dan pastinya keesokan harinya menjadi “bendol”/bengkak. Tempat tidur adalah saksi bisu ketika aku terisak-isak tanpa ada yang menemani di malam hari.
Kalau pagi hari, aku yang bingung mencari tempat persembunyian aman untuk mengeluarkan semua air mataku…meluapkan kesedihanku. Karena sangat jelas! Aku tidak hanya mendengar pertengkaran ayah dan ibu seperti ketika malam hari di balik pintu kamar mereka. Aku juga melihat dengan mata kepalaku, mereka berduet mulut seperti acara Debat di tv. Akhirnya kamar mandi adalah tempat yang tepat dan aman.
Mendengar orang tuaku semakin mengeraskan volume suara, dan juga melihat mereka beradu amarah. Aku buru-buru masuk kamar mandi dan menyalakan kran air meskipun aku tau bak mandi sudah penuh. Aku terisak sendiri….

Berkali-kali aku melihat ponsel pink yang ada di tanganku. Tetap tidak ada kabar dan balasan dari Rifky. Betapa kagetnya, aku mendengar lagu Eminem “cleaning out my closed” dari ponsel yang ku pegang. Aku melihat 1 message tertera di layar…aku langsung menekan ‘open’….ternyata dari Deby teman sekelas.
“Cepat masuk! Sekarang presentasi kelompok kita”
Aku lupa, hari ini ada tugas kelompok Psikologi Perkembangan dan hari ini giliran kelompok kami. Dengan wajah lusuh, aku menaiki anak tangga menuju lantai 3 ruang 15 kelas paling ujung sebelah aula.
Pertanyaan-pertanyaan mulai diajukan beberapa teman kelasku. Ada satu pertanyaan yang bisa aku jawab.
“Apa pubertas itu, ada puber pertama dan puber kedua pada laki-laki?”tanya Intan.
Penjelasan puber pertama sudah dijawab oleh teman kelompokku.
Dan aku, “Puber kedua, ada…pada saat seumuran dengan bapak-bapak kita” terdengar suara tertawa di kelas, lalu… “Dimana tingkat kebosanan pada pasangan mulai tinggi dan rasa kejenuhan dilampiaskan pada orang lain/WIL. Juga intensitas merawat diri meningkat.”
Setelah panjang lebar penjelasan dari kelompokku, waktunya bu Azizah dosen Psikologi Perkembangan membenarkan/menambahi beberapa jawaban yang kurang. Penjelasan beliau, bahwa pubertas kedua sebenarnya tidak ada tapi diada-adakan. Karena seseorang itu mungkin pada pubertas pertama/remaja belum bisa menjalani dengan baik dan akhirnya bergeser pada tahap-tahap berikutnya. Contohnya orang yang sudah dewasa madya (dewasa awal) akan bersikap seperti remaja ia tidak dapat menikmati/melalui dengan baik, maka pada dewasanya akan mengulang masa remaja. Begitu seterusnya…
Dalam hatiku…hem….
Jawabanku memang tidak ada teorinya, tapi aku menjawab karena itu yang aku tau, itu yang terjadi pada anggota keluargaku.
Selesai mata kuliah keempat,
“Kenapa gak diangkat, aku telpon berkali-kali? Kenapa gak dibales?” tanyaku pada Rifky ketika berpapasan di depan Gedung A Fakultas Dakwah.
“Maaf, hapenya di bawa adek, gak tau!” tanpa rasa bersalah,lalu…
”Ya udah, aku masuk dulu…ada kelas.”
Tidakkah dia khawatir dengan sms yang aku kirim kemarin malam?
“Kalau aku mati, apa kamu baru peduli? Apa kamu nangis, kalau aku mati?” itu ‘sort message’ yang aku kirim.
Aku ingin sekali diperhatikan olehnya, dia adalah pacarku orang yang penting bagiku, penyemangatku. Tapi selama satu tahun lebih dia tidak pernah mempelakukanku seperti orang yang berarti, tidak peduli. Meskipun ada ‘missed call’ 50 kali pun tidak diangkat, sms berkali-kali juga tidak dibalas. Aku ingin sekali dia menganggapku ada. Mengobrolpun jarang apalagi bertemu. Aku selalu menjaga hubungan ini….selalu. Selama ini aku tidak tertarik untuk mencari cowok lain seperti saran teman-temanku, aku tidak mau punya mantan pacar, karena dia pacar pertama, orang yang aku sayangi. Meskipun aku tau rasa sayangnya tidak sebesar rasa sayangku,
Tapi…..aku yakin, suatu saat nanti dia akan sadar siapa orang yang benar-benar tulus padanya….itu adalah aku.
Aku ingin sekali Rifky menemani saat aku sangat merasa sendiri.
Bahkan pernah Rifky tidak menyapaku apalagi melihatku ketika kami berpapasan di depan Gedung Fakultas. Aku menangis lagi…dalam diam.
“Kenapa muka ditekuk cie…?” Tanya Kiky penasaran, anggukan Ika dan Lela memperjelas bahwa mereka juga mempertanyakan pertanyaan yang sama dengan Kiky.
“Gak apa-apa kok!” jawabku enteng.
“Gak biasanya, akhir-akhir ini, kamu aneh!!”Lela membalas ketus.
“He’em napa? Gara-gara Rifky? Cerita dunk…?” Tanya Ika menyelidik.
“Gak gara-gara Rifky kok! Gak apa-apa, aku pulang dulu iah….”
Aku tau mereka pasti sangat marah, karena sudah sering aku mengacuhkan mereka. Mana mungkin aku bisa cerita masalah keluargaku dengan mereka? Aku malu, ‘broken home’? aku malu mereka tau keluargaku tidak sempurna meskipun berlebih dalam masalah uang, tapi tidak dalam kebahagiaan. Aku mulai menarik diri dari pergaulan.
Memang beberapa bulan terakhir ini banyak perubahan yang ada dalam diriku, mereka tidak tau kalau setiap berangkat kuliah…di perjalanan dengan motor pink, aku selalu menangis…
Sepulang kuliah……
Aku ambil ponsel di dalam tas kuliah, lalu aku tekan no. Rifky, tut….tut…tut…hanya terdengar nada tunggu beberapa kali, sampai berulang-ulang aku mencoba tidak ada jawaban suara Rifky.
Aku tekan tombol pilihan menu ‘phone book’, Bunda nama panggilan kakak pertamaku, kali ini ada jawaban…
“Hallo, Bunda?”
“Bundanya lagi keluar, hapenya ketinggalan…ada pesan? Jawab pembantu di rumah Bunda.
Langsung aku tutup dan mencari no. lain. Kakak keduaku.
“Mimi?”
“Apa Mai? Ntar aja telponya…ini lagi ada customer!”
“Tapi…”
“Sebentar setengah jam lagi, aku telpon balik…”
Tut..tut..telpon terputus
Aku cari lagi nama lain, Ika sedang sibuk karena ada acara Tahlil di rumahnya, Lela seperti biasa menjadi guru private saat pulang kuliah. Sedangkan Kiky, sedang keluar dengan pacarnya..
“Priiiaaaang..!!!”
Aku mendengar suara seperti gelas/piring pecah, mungkin kaca. Oh….entahlah apa lagi. Suara ibu dan ayah semakin jelas terdengar dari balik pintu kamarku. Mereka memilih posisi yang teraman, dengan argument-argument yang semakin membuat kupingku terasa panas. Tanpa mempedulikan bahwa aku adalah anaknya...tanpa peduli, tanpa mempertanyakan bagaimana perasaanku yang mendengar dan melihat mereka bertengkar.
Hari ini, sudah ada di puncak kesabaranku, ketakutanku, kesendirianku. Sekali lagi aku mendengar di balik pintu kamar orang tuaku….masalah yang sama…wanita penghancur keluargaku…wanita pengusik kedamaian keluargaku. Wanita yang merusak hubungan orang tuaku…..
Aku mengambil gunting yang tergeletak di meja belajarku. Lalu…mataku semakin gelap…meskipun kaca mata minus tetap terpakai di kedua mataku……..

***
Aku melihat gundukan tanah merah yang masih basah, ada ibu tertunduk lemas dengan wajah memerah. Kali ini wajah ibu memerah bukan karena bertengkar dengan ayah, karena ayah dan ibu sedang berpelukan. Di sebelah orang tuaku ada kedua kakak perempuanku yang sangat aku sayangi dan kedua kakak iparku memasang muka yang sama dengan ibu dan ayah. Oh…Tuhan ternyata kedua keponakan kecilku ikut menangis. Semua wajah dalam keluargaku memerah dan mata membengkak.
Aku menoleh kearah belakang keluargaku, ada tiga teman karibku…Ika,Lela dan Kiky mereka datang! Ada lagi…ternyata, semua teman sekelas Psikologi datang. Tidak hanya teman sekelas…Oh Tuhan ada juga teman dari kelas lain, jurusan lain, fakultas lain, dan beberapa senior yang mengenalku. KPI, MD, Komunikasi, BPI, Sosiologi, PMI, fak. Tarbiyah,Adab, dan Syahri’ah.
Sesosok tubuh ysng sangat aku kenal bersandar paling pojok belakang di bawah pohon kamboja yang berbunga. Tertunduk….itu Rifky!
Tidak aku sangka, tanpa memakai kaca mata kedua mataku bisa melihat dari kejauhan, tidak….dia menangis! Rifky.. untuk siapa air mata itu? Apa untukku? Bukannya dia tidak pernah peduli ? tidak pernah menganggap aku ada?ditangannya membawa bunga merah muda, warna kesukaanku, untuk siapa bunga itu? Belum lama melihatnya…
Aku mencari ibuku yang dari tadi memegang tanah gundukan itu, pingsan! Ibuku dibopong oleh ayah. Ingin sekali membantu ibu. Ingin sekali memeluk ibu yang sangat aku sayangi. Aku mencoba menggapai tubuh ibu.
KENAPA??
Tidak bisa aku peluk tubuh lemas ibu….!
Tidak bisa aku pegang….!
Aku baru menyadari semua yang ada di depanku sekarang tidak bisa melihatku!? Aku berteriak!
“Ayah...,ayah sudah berdamai dengan ibu? Ayah sudah sadar kalau wanita itu tidak baik??” aku mendekati ayah, tapi tidak ada jawaban.
“Bunda,mbak Mimi apa kita gak akan jadi anak broken home? Iya kan? Aku liat ibu dan ayah sekarang bersama, kita..berkumpul bersama di sini? Bunda…,mbak….” Aku mencoba menggoyang-goyangkan tangan kedua kakakku yang berdiri berdekatan sambil menyeka air mata. Tidak bisa ku pegang tangan keduannya. Tetap tanpa jawaban…
“Kiky, Lela, Ika…kalian pasti dengar aku kan? Aku janji akan cerita masalah yang selama ini aku pendam, aku akan cerita kenapa setiap masuk kuliah, wajahku memerah dan mataku bengkak! aku akan cerita kenapa aku berubah.....” tetap tidak ada jawaban dari ketiga temanku.
Aku berteriak memanggil nama-nama orang yang ada di depanku sekarang. Dan....Rifky, aku mendekat padanya.
”Kamu datang untuk apa? Kenapa menangis? Bunga itu buat siapa?”
”Mira....maaf, atas perlakuanku selama ini. Aku sadar saat benar-benar kehilangan kamu, kenapa kamu ninggalin aku sebelum aku menyadari kesalahanku?” Rifky seolah berbicara sendiri dengan muka tetap menunduk dan semakin menggenggam erat bunga merah muda itu.
”Rifky, aku gak akan ninggalin kamu! Aku cuma sayang sama kamu, gak ada cowok lain..., Rifky dengerin aku! Apa kamu udah sadar kalau kamu udah punya aku?” tidak ada jawaban darinya.
Semakin aku bingung, tidak ada yang bisa melihatku.....
KENAPA? Aku menoleh ke arah gundukan tanah merah  itu, ada namaku....
Di batu nisan itu.....ada namaku...Mira, 11 Januari 1991 wafat 11 Januari 2010.
APA? Aku sudah mengembalikan nyawaku pada Tuhan sebelum waktunya..? aku memutus urat nadiku sendiri....
Tidak! Aku sudah melihat bahwa selama ini orang-orang yang aku pikir tidak peduli padaku..ternyata peduli! Penyesalan yang terdalam...

Ada satu yang lupa ku ingat, aku punya ALLAH, Tuhan yang yang selalu bisa menolong setiap orang yang meminta bantuan pada-Nya. Aku lupa meminta pertolongan pada-Nya.
Penyesalanku tidak akan berguna, aku sekarang tidak bisa berkumpul dengan keluargaku, temanku dan Rifky. Ternyata banyak orang yang peduli padaku, aku lupa bahwa Tuhan sangat peduli padaku. Itu PENYESALANKU....

By : Choiriyatul Inayati
Penulis adalah seorang istri yang baik hati dan terkadang lemah lembut.
Tulisan ini pernah tayang di majalah fakultas.



Related Posts

1 comment


AJOQQ menyediakan permainan poker,domino, bandarq, bandarpoker, aduq, sakong dan capsa :)
ayo segera bergabung bersama kami dan menangkan uang setiap harinya :)
AJOQQ juga menyediakan bonus rollingan sebanyak 0.3% dan bonus referal sebanyak 20% :)
Subscribe Our Newsletter