-->

Persibo dan Transformasi Suporter Bojonegoro



Menjelang bergulirnya liga 3 regional Jawa timur, Persibo Bojonegoro yang merupakan tim kebanggaan masyarakat Bojonegoro pun mempersiapkan diri dengan mengemban target tinggi untuk promosi ke liga 2. Jalan panjang berliku untuk meraih harapan itu sudah di depan mata, bukan hanya tim yang mempersiapkan diri, para suporter militan Bojonegoro pun juga menyiapkan diri untuk mendampingi tim kebanggaan berlaga.

Angan ku melayang ke beberapa fase sebelum ini, saat itu saya masih umuran SMP-SMA, saat itu Persibo masih berkutat naik turun di divisi satu dan divisi dua, hingga naik ke divisi utama namun harus menelan kekecewaan karena saat itu PSSI membuka liga super untuk menjadi liga teratas tanah air yang baru. Masih sangat teringat dengan atmosfer stadion Letjen H. Soedirman saat itu, bukan stadion bagus sih tapi penuh kenangan. Saat itu tribun masih belum penuh melingkar ada bagian2 yang masih berupa tanah yg dimiringkan.

Harus saya akui di fase itu, saya adalah bagian suporter nakal yang ikut manjat dinding atau glandot ke bapak-bapak agar dikira anaknya. Masuk dikeluarkan masuk lagi dikeluarkan lagi, dimarahi petugas, semua sudah pernah saya alami di masa itu. Saat masuk stadion dominasi warna oranye memang mendominasi, tapi jika dibandingkan di Gajayana atau gelora 10 November jelas masih sangat jauh, dimana seluruh stadion benar-benar seperti lautan biru dan hijau. Di SLS, dominasi orange paling kuat hanya di tribun timur dimana menjadi area boromania, suporter militan Persibo saat itu. Yah wajar sih saat itu euforia masih baru dimulai, Persibo baru saja naik daun dan mendapat perhatian pemerintah kabupaten yang mungkin juga dipengaruhi naiknya Persela Lamongan yang notabene tetangga sekarisedenan. Hal itu juga yang membuat laga antara kedua tim berlangsung panas dan berujung rusuh. Dominasi oranye perlahan semakin kental dan menyeluruh di seluruh penjuru stadion, militansi suporter semakin meningkat saat itu juga saya mulai ikut beberapa pertandingan away ke Bantul, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo dll. Boromania masih satu-satunya kelompok suporter yang ada, dan klub masih sebagian besar dibiayai APBD membuat banyak mainset yang kurang membangun di kalangan suporter saat itu, beli atau tidak tiket pertandingan klub akan tetap ada selama APBD mengalir, bahkan banyak sangkaan uang-uang hasil tiket tidak mengalir ke tim tapi untuk Bancakan beberapa orang. Karena anggaran untuk tim selama 1 musim kompetisi sudah ditanggung APBD. Banyak saya dapati banyak orang dalam yang meloloskan teman atau keluarganya untuk masuk tanpa tiket (di fase ini saya sudah membeli tiket karena sudah cukup besar untuk glandot ke bapak-bapak). Yah, saat itu militansi suporter hanya sekadar teriakan dukungan di tribun stadion.


Era APBD berakhir lewat peraturan baru yang dikeluarkan Mendagri, klub-klub dari kabupaten kecil termasuk Persibo kelimpungan mencari pendanaan. Sponsor susah, pemerintah angkat tangan, suporter masih bermainset lama dan tidak berkontribusi. saat itu saya sudah kuliah di luar kota, cukup lama saya tidak mendatangi SLS. Saat liburan saya sempatkan untuk menyaksikan langsung Persibo berlaga, saat di stadion sudah ada 2 kelompok suporter yang berisik, di tribun timur masih dominan dgn para boromania, dan di sebelah Utara ada kelompok baru yang memisahkan diri karena perbedaan cara pandang yang melihat praktek2 yang tidak membangun, mereka menamakan diri boro liar.
Dinamika suporter nasional yang mengenalkan culture-culture baru pada akhirnya juga sampai ke Bojonegoro, culture ultras yang militan melahirkan kelompok suporter baru di Bojonegoro dengan nama curva Nord/Drago Tifosi yang lebih militan untuk kemajuan tim. Hal ini merupakan pandangan pribadi saya dari apa yg saya nilai selama Persibo vakum, mereka lebih vokal dan kompak menyuarakan suara, sementara boromania masih banyak menyelesaikan masalah internalnya yang cukup pelik. Saat Persibo akan bangkit dan menggelar pertandingan persahabatan di surabaya, hanya terlihat pasukan curva Nord dengan warna hitamnya. Pun di musim pertama setelah bangkit saat tanding di Tulangan Sidoarjo hanya ada curva Nord yang bernyanyi di samping lapangan. Saat pulang ke Bojonegoro dan menyempatkan masuk stadion, SLS terbelah menjadi 2 warna, hitam di Utara dan orange di timur. Curva Nord selalu terlihat lebih kompak dan atraktif. Diluar itu semua banyak hal positif yang muncul sekarang, 2 kelompok berkembang dengan culture masing-masing, meski dari segi militansi dan loyalitas masih jauh dari kelompok suporter lain yang lebih tua dan besar seperti Bonek dan Aremania, hal ini jelas terlihat dari sepinya SLS di akhir-akhir musim kemarin. Yang paling penting mainset tentang hubungan antara klub sepakbola dan suporter. Suporter Bojonegoro dewasa ini sudah banyak berkontribusi terhadap tim. Bukan hanya dari tiket pertandingan, pembelian merchandise resmi dll.

Suporter ikut memiliki, suporter ikut berkontribusi. Yah meski sudah tidak berKTP Bojonegoro, kecintaan saya pada Bojonegoro dan Persibo masih tetap sama. Musim kemarin hanya bisa sekali nonton di SLS, namun saya ikut berkontribusi kecil dengan membeli Jersey resmi Persibo.

Sukses untuk Persibo dan 2 kelompok suporter kerennya.... Curva Nord dan Boromania.

Baca :
Persibo, jangan terburu-buru

Related Posts

1 comment

terserah said…

cuma di sini agen jud! online dengan proses yang sangat cepat :)
ayo segera daftarkan diri anda di agen365 :)
WA : +85587781483
Subscribe Our Newsletter