Queen,Icha dan Audrey saat latihan minisoccer |
Queen, Icha dan Audrey, merekalah tiga dara pendobrak yang telah
mendobrak pandangan umum di lingkungan mereka bahwa sepakbola adalah olahraga
khusus laki-laki. Meski masih kelas 2 SD, mereka dengan gagah berani berada di
barisan para laki-laki, beradu lari dan berebut bola dengan mereka, ikut
merasakan kekecewaan saat timnya mengalami kekalahan dan ikut gembira tak
terkira saat meraih kemenangan. Ada keberanian, juga tekad yang besar pada diri
mereka. Disaat kebanyakan teman perempuan memilih ekstrakurikuler yang lebih
aman dan mengasah akademik mereka atau setidaknya ekstra yang mengasah motorik
halus, ketiga dara kita ini membuat pilihan berbeda, mereka memilih untuk
mengasah fisik dengan beradu fisik dan kemampuan mengolah bola bersama
teman-teman yang sebagian besar adalah laki-laki.
Selama saya mengajar minisoccer di sekolah, memang beberapa kali
ada anak perempuan yang ikut ekstra ini, namun ketiga anak ini terasa berbeda,
ada niat besar dan kesukaan yang besar pula pada sepakbola yang membuat mereka
begitu menikmati setiap menu latihan yang diberikan. Keinginan besar mereka
juga ditunjang dengan dukungan dari orang tua dan sikap respect dari
teman-teman laki-lakinya. sepanjang latihan tak pernah ada yang merendahkan
mereka, bahkan sekedar menganggap mereka berbeda sama sekali tidak tampak. Hal tersebut
yang membuat mereka terus bersemangat dan nyaman dalam mengikuti latihan. Dalam
filanesia memang ditetapkan bahwa di usia dini 6-10 tidak ada pembedaan gender,
sehingga mau tak mau anak perempuan akan berjibaku dengan para laki-laki diatas
lapangan, tentu sikap respect anak-anak kita sangat diperlukan untuk menghargai
para teman perempuan mereka.
Tahun ini Liga 1 putri Indonesia mulai diselenggarakan, tentu ini
menjadi kabar gembira bagi saya dan semua anak-anak perempuan yang mencintai
sepakbola. Kini ada tambahan cita-cita baru yang bisa tulis di daftar cita-cita
mereka yakni menjadi pemain sepakbola wanita Indonesia. Terselengaranya liga
putri ini tentu menjadi pemicu kegairahan dunia persepakbolaan di tanah air,
tak ter kecuali di usia dini-nya. Anak-anak perempuan bermain sepakbola di
lapangan rumput seluas 1 hektar bukan lagi sebuah hal tabu, bahkan akan sangat
pantas diperjuangkan pada saatnya nanti. Kini kita tinggal berharap PSSI bisa
konsisten dan membenahi penyelenggaraan liga putri ini secara baik dan
berkelanjutan, hal-hal negatif yang masih terlihat dalam penyelenggaraan di
tahun pertama ini semoga bisa teratasi. Hal-hal seksisme yang menyerang para
pemain putri kita, perlu mendapat perhatian lebih untuk segera diatasi karena
sepakbola putri juga hanyalah tentang sepakbola dan mengesampingkan hal-hal
lain di luar sepakbola yang pada akhirnya menjurus untuk merendahkan martabat
perempuan. Pada dasarnya sepakbola putri Indonesia masih penuh harapan dan berpotensi mendatangkan prestasi di masa mendatang serta dapat menjaga mimpi para anak-anak
perempuan kita termasuk tiga dara pendobrak kita.
1 comment
menang berapapun di bayar
ayo segera bergabung bersama kami di bandar365*com
WA : +85587781483