-->

AC Milan dan Seluruh Elemen yang Tak Pernah Benar-Benar Sabar



Berbicara tentang kondisi AC Milan dengan kebapukan-nya saat ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah berujung, mencari siapa yang salah juga tak ada gunanya bahkan justru akan semakin memperumit masalah yang terlanjur membuntal tak terurai. Kebesaran masa lalu yang teramat tinggi membuat semua elemen penyangga tim berjuluk rossonerri ini menjadi begitu tergesa-gesa dan seolah-olah mengembalikan kebesaran masa lalu itu bisa dilakukan hanya dengan menjentikkan jari atau hanya dengan komat-kamit  membaca mantra-mantra.

Manchester city yang memiliki finansial menggunung pun tak serta Merta langsung berprestasi saat pertama di akuisisi Syeikh Mansour. Liverpool dengan Juergen Klopp pun tak langsung adaptif dengan atmosfer kompetisi dan butuh 4 tahun untuk meraih trophy begitu pula Manchester united di era Sir Alex Ferguson. Lalu kenapa AC Milan yang kondisi finansialnya serta tak memiliki manager yang lebih baik bahkan dari klub semacam Lazio dan Atalanta saja terkesan begitu terburu dan melaknat hasil-hasil minor yang didapat oleh tim berjuluk Diavolo Rosso ini.

Tim ini tak pernah benar-benar sabar dalam membangun tim, hal ini tergambar nyata dari berapa kali pergantian manager yang dilakukan. Setelah era Massimiliano Allegri berakhir di tahun 2014 dalam kurun 6 tahun Milan telah berganti pelatih sebanyak 7 kali, teranyar tentu dipecatnya Marco Giampaolo yang hanya melatih selama tak lebih dari 3 bulan. Gattuso yang secara perlahan meningkatkan performa tim pun harus dipecat karena hasil yang tak sesuai ekspektasi padahal bagi saya skuad Milan saat itu memang belum kompetitif ditambah beberapa pemain andalan Gattuso juga mengalami cedera panjang, Mattia Caldara, Giacomo Bonaventura dan Andrea Conti harus menepi hampir sepanjang musim. Dan akhirnya kita semua tau bagaimana harmonisasi yang dibangun oleh Gattuso harus tercerai berai oleh ide-ide baru yang coba ingin ditampilkan Marco Giampaolo.

Daftar starting eleven yang merupakan gambaran skuad utama pun beberapa kali mengalami perubahan total, yang paling kentara tentu saat kedatangan zong Hong Li, 11 pemain dibeli dengan dana yang tidak sedikit namun sama sekali tak meningkatkan kondisi tim saat itu. Padahal sebelumnya Montella berhasil mengangkat performa tim dengan pemain yang sangat seadanya, bahkan mampu meraih trophy Supercoppa dengan mengalahkan tim terkuat di Italia, Juventus. Ketidaksabaran paling menyakitkan tentu saat Berlusconi melepas tim penuh sejarah ini kepada seorang yang tak tentu kemampuannya yang ternyata membeli tim ini dengan dana hutang yang jumlahnya sangatlah besar, dampaknya tim ini harus diambil alih sang pemberi hutang dan terlilit sanksi FFP yang entah sampai kapan berakhir.

Terkadang saya masih berandai-andai bagaimana jika dulu Montella menukangi tim lamanya dengan mempermanenkan Deulofeu dan Pasalic dengan diberi 1 atau 2 rekrutan baru berkualitas untuk menutup kekurangan di musim sebelumnya. Atau Gattuso tetap diberi kepercayaan dengan menambah pemain sayap eksplosif dan 1 saja gelandang kreatif. Tapi yah, kita harus menerima karena manajemen memilih hal berbeda yang justru mengobrak-abrik harmonisasi skuad.

Mencontoh cara membangun tim yang dilakukan Atalanta dan Lazio sebenarnya bukan hal yang hina untuk keadaan Milan saat ini. Keadaan keuangan Milan jelas tak akan mampu jika harus meniru revolusi ala Manchester city, Chelsea ataupun PSG. Kita bisa mencontoh bagaimana sabarnya Lazio pada Simone Inzaghi juga bagaimana Atalanta mempertahankan harmonisasi tim dengan hanya membeli 1 atau 2 pemain yang benar-benar dibutuhkan meski mereka dituntut untuk mengembangkan tim kompetitif untuk berlaga di Champions league.

Di kursi manajemen pun perubahan terlalu sering dilakukan, dari Mirabelli-fassone yang bertahan hanya setahun, begitu juga dengan Leonardo yang hanya setahun menjabat, dan kini Maldini-Boban pun terancam digusur kembali.

Dari semua elemen yang ada suporter adalah yang paling tidak sabar melihat kondisi tim kesayangan saat ini, tapi kita harus berkaca pada banyak peristiwa pergantian di tubuh tim ini yang justru menghilangkan harmonisasi dari tim yang dibentuk sebelumnya, dan perlu diingat Milan bukan lagi tim kaya yang bisa merubah tim secara drastis dengan pelatih kenamaan dengan kemampuan istimewa macam Juergen Klopp atau Pep Guardiola, ataupun dengan pemain-pemain top macam Lionel Messi ataupun Mohammed Salah. Kita hanya mampu menggaji pelatih sebesar 1,5 juta euro seperti Pioli, jumlah itu hanya 10% dari gaji Guardiola di Manchester City. Jangan pula bermimpi akan ada pemain sehebat Mohammed salah yang gajinya setahun bisa digunakan untuk menggaji Donnarumma yang notabene pemain dengan gaji tertinggi di Milan selama 4 tahun.

Mari kita bersabar dan sadar diri akan hasil-hasil buruk yang diraih tim kesayangan kita, kekalahan telak dari Atalanta tentu sangat memalukan jika kita menengok deretan trophy Champions League yang berderet rapi di Casa Milan sebagai bagaian sejarah tak terlupakan, tapi jika kita melihat keadaan tim dan komposisi kedua tim saat ini, kekalahan itu adalah hal yang logis meski menyakitkan. Atalanta sedang menuai kesabarannya dalam membangun kesolidan tim.






Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter